Kepergian politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ustadz Ma’mur Hasanuddin meninggalkan duka mendalam pada diri teman seperjuangannya, Haris Yuliana. Meski beda ‘medan juang’–Haris di DPRD Jabar, sementara Ustadz Ma’mur di DPR RI–perjuangan mereka diikat satu simpul yang sama: meninggikan dakwah Islam dan bangsa Indonesia.
Rasa kehilangan sahabat dan gurunya itu Haris tuangkan dalam curahan hatinya berikut ini, yang meski singkat, namun sangat dalam.
“Beliau adalah orang yang sangat taat beribadah…
Beliau sangat tidak mau merepotkan orang…
Beliau sangat santun dalam bahasa, baik kepada yang lebih tua maupun yang lebih muda…
Beliau sangat hati-hati dalam bersikap, sehingga tidak pernah menyakiti dan menyinggung orang lain…
Beliau kepala keluarga yang sangat menyayangi dan memberi perhatian besar kepada keluarganya, meski di tengah kepadatan agenda dakwah…
Dalam kondisi berat sekalipun, beliau selalu menunaikan kewajiban dakwah…
Seluruh jiwa raganya sudah diwakafkan untuk dakwah…
Sejak masuk Rumah Sakit, Ustadz Ma’mur sudah minta disiapkan kafan.
Satu hari sebelum pulang dari RS, beliau minta disiapkan kuburan.
Dan malam sebelum meninggal, sang Ustadz bertanya kepada istrinya, “Ummi, di rumah kita banyak orang?”
Senin pagi, pukul 09.00, saat akan disuapi makan oleh sang istri, Ustadz Ma’mur tiba-tiba berkata,
“Ya, saya sudah siap.”
Seperti seorang prajurit…
Istrinya bertanya, “Abi kenapa? Kok tiba-tiba bilang begitu.”
Setengah jam kemudian, Ustadz Ma’mur menghembuskan nafas terakhir…
Maasya Allaah. Jadi teringat kisah saat Rosuulullaah saw akan wafat, malaikat meminta izin pada Nabi saw saat akan mencabut nyawanya…”
Itulah sekelumit kisah tentang seorang mujahid yang sedikit bicara, Ustadz Ma’mur Hasanuddin, Allaahu yarhamhu.
Semoga Allah mencurahkan rahmat dan magfirah-Nya. (*)
Sumber : www.harisyuliana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar